Blora Updates – Akibat beredarnya pemberitaan di media sosial terkait
dengan gonjang-ganjing proses revitalisasi rumah masa kecil Pramoedya
Ananta Toer, sastrawan kontroversial yang dianggap sebagai salah satu
pengarang produktif dalam sejarah sastra Indonesia, akhirnya pihak
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia
dan Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman melakukan
kunjungan turun lapangan ke Blora Jawa Tengah. Rombongan disambut oleh
Wakil Bupati Arief Rohman di rumah dinas yang terletak di Jalan Pemuda
No. 15 A Blora, Jum’at (7/12) siang.
Saat ditemui wartawan, Staf
Khusus Dirjen Kebudayaan Kemendikbud RI, Anung Karyadi mengungkapkan
bahwa dirinya sangat berterimakasih telah diberi kesempatan untuk
mendapatkan masukan.
“Saya kira berita kemarin itu bisa menjadi masukan yang positif bagi kami, sehingga kami bisa melakukan monitoring, baik di direktorat maupun di pelaksana. Kami check semua, dari perencanaannya, prosesnya dan pelaksanaannya, sehingga kami sekarang turun ke (Blora) sini. Kami memang melihat ada beberapa hal yang mungkin masih kurang, itu akan segera kita perbaiki. Termasuk umpamanya ada keluhan-keluhan instalasi air. Hari ini sudah kami tangani, sehingga itu bisa lancar. Dalam konteks ini kami menganggap ini bagian keluarga kami juga. Sehingga kami tidak ingin (permasalahan air) itu menjadi kesulitan," kata Anung Karyadi di sela-sela acara kunjungannya ke Blora, Jum’at (7/12) siang.
Menurut Anung, terkait dengan revitalisasi itu sudah menjadi kewajibannya, bahwa pemerintah harus turun tangan untuk membantu agar ini bisa menjadi
tempat belajar kita semua, salah satunya tempat sastra.
"Tapi ini adalah living museum ya, yang tidak mati begitu saja, tetapi di sini juga ada kehidupan, ada keluarga, ada Pak Soes, jadi kami sangat menghormati. Jadi kami hadir ke sini untuk memastikan apa-apa yang masih kurang, itu akan kita perbaiki,” tandasnya.
Seperti dalam keterangannya, Soesilo Toer (81), adik kandung Pramoedya Ananta Toer yang tinggal di rumah Jl. Sumbawa 40 Desa Jetis tersebut bersama seorang istri dan anak semata wayangnya menceritakan bahwa bangunan tersebut dulu dibangun oleh bapaknya Pram (Toer) ketika menjadi Direktur Institut Boedi Oetomo di Blora tahun 1923, dan selesai dibangun tahun 1925.
“Setelah itu
Pramoedya pindah ke sini sama bapaknya. Jadi ini rumah masa kecil Pram.
Tahun 1954 dibongkar. Biaya dari pensiunnya bapak saya untuk
anak-anaknya yang di bawah umur, lima orang, selama hampir lima tahun,”
terang pria yang mempunyai gelar master dan doktor ekonomi politik dari
perguruan tinggi di Moskow, Uni Soviet ini.
Menurutnya, melihat konstruksi rumah yang ada, secara bentuk memang lebih bagus dan lebih kuat, tetapi sebagai heritage, sebagai cagar budaya, sesuai dengan revitalisasi yang direncanakan penguasa di atas itu, hilang sama sekali.
“Jadi ini bangunan biasa yang bagus. Itu saja. Bukan cagar budaya lagi namanya. Itu kalau menurut saya,” ujar penulis yang telah menghasilkan 28 buah karya berbentuk novel, kumpulan cerpen, memoar, biografi dan essay yang pada bulan Oktober 2018 lalu menerima penghargaan Prasidatama dari Balai Bahasa Jawa Tengah atas buah karyanya yang berjudul Dunia Samin.
Saat ini, seperti penuturannya, proses revitalisasi
yang menghabiskan anggaran sekitar Rp 878 juta dari Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan RI yang dikerjakan selama 75 hari kerja
sudah
hampir selesai. Tapi sayangnya, bagi Soesilo Toer, banyak yang berubah.
Baginya, hal tersebut tidak sesuai dengan konsep revitalisasi.
Menurutnya, mungkin itulah yang menyebabkan banyak permasalahan yang
perlu segera diselesaikan.
“Bagus, tapi tidak sesuai dengan kenyataan yang lama, sehingga revitalisasi dan arti dari rumah ini sebagai cagar budaya hilang total. Sebagai contoh, di depan rumah ini dulu ada alat untuk melindungi supaya air (hujan) tidak masuk ke dalam. Jadi ada lima seng yang dipasang di sini menghadap ke (Utara) sana. Sekarang kok tidak ada, mungkin belum dipasang atau bagaimana, saya tidak tahu. Kalau di sebelah timur, dulu itu ada “kupingnya” dua. Untuk melindungi air hujan yang masuk lewat jendela. Kemarin saya bilang sama pelaksananya, katanya, “Baja untuk gentingnya sudah diperpanjang, jadi gak perlu “telinga” itu lagi. Tapi saya bilang, “Tidak, bukan masalah pendek atau enggak bangunan baja ringan ini, tapi itu adalah bangunan cagar budaya untuk melindungi yang lama, seperti yang lama,” saya bilang begitu,” kata lelaki tua yang masih nampak gagah dan kerap mendapat julukan KGB ini.
Di lain sisi, Dwi Siswanto, Pelaksana Mandor CV. Karya Cemerlang saat ditemui wartawan menyampaikan bahwa dirinya selaku pihak pelaksana proyek revitalisasi rumah Pram ini merasa bahwa pemberitaan yang beredar di media sosial kemarin adalah cenderung bersifat sepihak.
“Kita terimakasih sudah ada masukan. Masukan
apapun tetap kita tampung. Tapi sebenarnya, terkait dengan pemberitaan
itu, kita tidak tahu-menahu sama sekali. Jadi pemberitaan itu intinya
sepihak. Tidak tanya-tanya ke pekerja atau ke kita. Padahal kita ada di
lapangan semua. Saya dan pengawas juga ada di lapangan. Cuma dia (pihak
media) tidak ada menemui kita. Tanya-tanya masalah ini, di pemberitaan
itu tidak ada sama sekali. Tapi intinya semua masukan yang sudah keluar
di sosial media kemarin itu kita tampung, kita koordinasikan dengan
pihak-pihak terkait, nanti kelanjutannya bagaimana, baiknya gimana,
nanti kita lanjutkan,” kata Siswanto mandor yang ternyata seorang putra
daerah ini.
Sementara itu, ketika Blora Updates melakukan konfirmasi kepada Kepala Dinas Kepemudaan, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Drs. Kunto Aji juga menyampaikan rasa terimakasih atas perhatian semua pihak dalam proses revitalisasi rumah bersejarah tersebut.
“Terimakasih, Mas
Eko, yang pertama tentu kami mengucapkan terimakasih yang besar dari
Dirjen Kebudayaan dari Kemendikbud Republik Indonesia sudah ada
perhatian untuk revitalisasi, perbaikan rumah masa kecil Pramoedya ini.
Kami dari Pemerintah Kabupaten Blora, lebih khusus dari Dinporabudpar,
yang membidangi secara teknis ke depan tentu berharap ini menjadi ikon
kota Blora sebagai tajuk kita, Blora sebagai Kota Sastra Kota Budaya.
Salah satunya itu,” ujar Kepala Dinporabudpar Blora penyuka barang antik
ini.
Menurut Kunto, menyangkut pemberitaan di media sosial kemarin, dari sisi kritik masukan dirinya juga menyampaikan rasa terimakasih, sehingga harapannya akan membawa kebaikan untuk semua pihak yang ada.
“Oleh karena itu nanti akan kita akan komunikasikan dengan pihak dari Kementerian dari Dirjen Kebudayaan. Agar nanti hal-hal yang kurang pas bisa ditindaklajuti. Dan yang paling penting kita bangun komunikasi. Saya melihatnya seperti itu. Satu dua progres pembangunan, manakala ada satu yang kurang pas, dua kurang pas, itu dikomunikasikan dan koordinasikan, Insyaallah nanti kita akan ketemu. Oleh karena itu, ini baru proses, kuranglebihnya sekitar baru delapan puluh persen lah. Memang ada satu dua pekerjaan yang nunggu dari kegiatan yang lain. Begitu. Lha sementara satu sisi saya menangkap kemarin kan ya keburu lah, “Lho, ini kok kurang, ini kok kurang.” Lha itu nanti proses lah. Oleh karena itu nanti nunggu prosesnya. Insyaallah nanti ndeketin pembangunan yang seperti kemarin. Untuk heritage, ya mudah-mudahan kita dorong semuanya. Di satu sisi manakala fisiknya tidak terpenuhi, tapi sisi yang lain kita menemukan. Dari sisi tempat, lokus aja di Blora itu juga menjadi salah satu heritage. Apalagi didukung sudah adanya revitalisasi. Rumahnya masih tetep lah. Oleh karena itu peran kita semua, kami berharap ini akan bisa mengangkat Blora, utamanya rumah masa kecil Pram dan Perpustakaan PATABA (Pramoedya Ananta Toer Anak Semua Bangsa) ini, ke depan bisa bareng-bareng, Insyaallah bisa baik dan besar,” ungkapnya.
Begitu juga dengan kabar terkait dengan adanya temuan informasi bahwa cagar budaya rumah asli dari keluarga Pramoedya yang ada kabarnya akan dibawa ke Jakarta, wartawan langsung menemui Ivan Efendi selaku Staf Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan (Ditjenbud), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia.
“Kami tidak pernah
punya satu peraturan atau keinginan untuk membawa sisa atau bekas
bangunan lama untuk dibawa ke Jakarta. Itu merupakan satu pernyataan
yang agak aneh. Kami tidak pernah melakukan itu. Dan memang tidak ada
dalam aturan. Kalaupun ada beberapa yang penting, kami akan buatkan
storage, atau bisa ditempatkan di museum itu. Bagian informasi mengenai
cerita masyarakat dengan bangunan lama itu. Jadi kegiatan ini adalah
bagian dari pelestarian sejarah. Tidak ada keinginan, tidak ada
peraturan, tidak ada apapun yang menyatakan bahwa bekas bangunan lama
akan dibawa ke Jakarta,” tandas Ivan Efendi.
Hari ini, Sabtu (8/12) lewat sambungan seluler, Solikin, Direktur CV. Karya Cemerlang menyampaikan bahwa paska kunjungan siang hari kemarin, kemudian dilanjutkan dengan pertemuan, Jum’at (7/12) sekitar pukul 18.48 WIB di PATABA. Pertemuan membahas beberapa permintaan dan kesepakatan untuk pelaksanaan pekerjaan.
“Iya, pertemuan kemarin malam menghasilkan 10 (sepuluh) poin kesepakatan, di antaranya adalah pemasangan konsul jendela samping sebanyak 6 (enam) buah, pemindahan posisi kWh Meter karena mentok jendela, pembuatan kanopi teras depan agar mengikuti existing, pembuatan jalusi di atas jendela depan agar posisinya pas dengan teras dan posisi kamar depan, pembuatan trap lantai teras setinggi setengahnya dari lantai teras, pembuatan glass box di belakang posisi kanan yang jumlahnya disesuaikan untuk pencahayaan, pembersihan saluran drainase samping pagar depan, pemindahan Tugu Mustika Blora ke posisi depan pagar dengan arah menghadap ke depan, pembuatan gambar ulang dokumen ukuran pintu jendela existing. Semua pihak bersepakat agar pekerjaan disesuaikan dan dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan,” terangnya.
Dalam foto yang dikirimkan, tampak lembar kesepakatan bermaterai Rp 6 ribu ditandatangani oleh Soesilo Toer dan Benee Santoso selaku pemilik serta Dwi Siswanto selaku Pelaksana Kegiatan, dengan disaksikan oleh Anung Karyadi dari Direktur Jenderal Kebudayaan RI, Ivan Efendi dari Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, dan Firdaus selaku Konsultan Pengawas. (ekoarif)
Video terkait: Heboh Sosmed ! Rumah Pramoedya Di Bawa Ke Jakarta?
Wakil Bupati Arief Rohman menyambut tamu Kemendikbud RI beserta rombongan, Jum'at (7/12) |
“Saya kira berita kemarin itu bisa menjadi masukan yang positif bagi kami, sehingga kami bisa melakukan monitoring, baik di direktorat maupun di pelaksana. Kami check semua, dari perencanaannya, prosesnya dan pelaksanaannya, sehingga kami sekarang turun ke (Blora) sini. Kami memang melihat ada beberapa hal yang mungkin masih kurang, itu akan segera kita perbaiki. Termasuk umpamanya ada keluhan-keluhan instalasi air. Hari ini sudah kami tangani, sehingga itu bisa lancar. Dalam konteks ini kami menganggap ini bagian keluarga kami juga. Sehingga kami tidak ingin (permasalahan air) itu menjadi kesulitan," kata Anung Karyadi di sela-sela acara kunjungannya ke Blora, Jum’at (7/12) siang.
Anung Karyadi, Staf Khusus Dirjen Kebudayaan Kemendikbud RI (ekoarif) |
"Tapi ini adalah living museum ya, yang tidak mati begitu saja, tetapi di sini juga ada kehidupan, ada keluarga, ada Pak Soes, jadi kami sangat menghormati. Jadi kami hadir ke sini untuk memastikan apa-apa yang masih kurang, itu akan kita perbaiki,” tandasnya.
Seperti dalam keterangannya, Soesilo Toer (81), adik kandung Pramoedya Ananta Toer yang tinggal di rumah Jl. Sumbawa 40 Desa Jetis tersebut bersama seorang istri dan anak semata wayangnya menceritakan bahwa bangunan tersebut dulu dibangun oleh bapaknya Pram (Toer) ketika menjadi Direktur Institut Boedi Oetomo di Blora tahun 1923, dan selesai dibangun tahun 1925.
Soesilo Toer, adik kandung Pramoedya Ananta Toer (ekoarif) |
Menurutnya, melihat konstruksi rumah yang ada, secara bentuk memang lebih bagus dan lebih kuat, tetapi sebagai heritage, sebagai cagar budaya, sesuai dengan revitalisasi yang direncanakan penguasa di atas itu, hilang sama sekali.
“Jadi ini bangunan biasa yang bagus. Itu saja. Bukan cagar budaya lagi namanya. Itu kalau menurut saya,” ujar penulis yang telah menghasilkan 28 buah karya berbentuk novel, kumpulan cerpen, memoar, biografi dan essay yang pada bulan Oktober 2018 lalu menerima penghargaan Prasidatama dari Balai Bahasa Jawa Tengah atas buah karyanya yang berjudul Dunia Samin.
Papan Proyek Revitalisasi Museum Sastra PATABA (ekoarif) |
“Bagus, tapi tidak sesuai dengan kenyataan yang lama, sehingga revitalisasi dan arti dari rumah ini sebagai cagar budaya hilang total. Sebagai contoh, di depan rumah ini dulu ada alat untuk melindungi supaya air (hujan) tidak masuk ke dalam. Jadi ada lima seng yang dipasang di sini menghadap ke (Utara) sana. Sekarang kok tidak ada, mungkin belum dipasang atau bagaimana, saya tidak tahu. Kalau di sebelah timur, dulu itu ada “kupingnya” dua. Untuk melindungi air hujan yang masuk lewat jendela. Kemarin saya bilang sama pelaksananya, katanya, “Baja untuk gentingnya sudah diperpanjang, jadi gak perlu “telinga” itu lagi. Tapi saya bilang, “Tidak, bukan masalah pendek atau enggak bangunan baja ringan ini, tapi itu adalah bangunan cagar budaya untuk melindungi yang lama, seperti yang lama,” saya bilang begitu,” kata lelaki tua yang masih nampak gagah dan kerap mendapat julukan KGB ini.
Di lain sisi, Dwi Siswanto, Pelaksana Mandor CV. Karya Cemerlang saat ditemui wartawan menyampaikan bahwa dirinya selaku pihak pelaksana proyek revitalisasi rumah Pram ini merasa bahwa pemberitaan yang beredar di media sosial kemarin adalah cenderung bersifat sepihak.
Dwi Siswanto, Pelaksana Mandor CV. Karya Cemerlang (ekoarif) |
Sementara itu, ketika Blora Updates melakukan konfirmasi kepada Kepala Dinas Kepemudaan, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Drs. Kunto Aji juga menyampaikan rasa terimakasih atas perhatian semua pihak dalam proses revitalisasi rumah bersejarah tersebut.
Kunto Aji, Kepala Dinporabudpar Kabupaten Blora (ekoarif) |
Menurut Kunto, menyangkut pemberitaan di media sosial kemarin, dari sisi kritik masukan dirinya juga menyampaikan rasa terimakasih, sehingga harapannya akan membawa kebaikan untuk semua pihak yang ada.
“Oleh karena itu nanti akan kita akan komunikasikan dengan pihak dari Kementerian dari Dirjen Kebudayaan. Agar nanti hal-hal yang kurang pas bisa ditindaklajuti. Dan yang paling penting kita bangun komunikasi. Saya melihatnya seperti itu. Satu dua progres pembangunan, manakala ada satu yang kurang pas, dua kurang pas, itu dikomunikasikan dan koordinasikan, Insyaallah nanti kita akan ketemu. Oleh karena itu, ini baru proses, kuranglebihnya sekitar baru delapan puluh persen lah. Memang ada satu dua pekerjaan yang nunggu dari kegiatan yang lain. Begitu. Lha sementara satu sisi saya menangkap kemarin kan ya keburu lah, “Lho, ini kok kurang, ini kok kurang.” Lha itu nanti proses lah. Oleh karena itu nanti nunggu prosesnya. Insyaallah nanti ndeketin pembangunan yang seperti kemarin. Untuk heritage, ya mudah-mudahan kita dorong semuanya. Di satu sisi manakala fisiknya tidak terpenuhi, tapi sisi yang lain kita menemukan. Dari sisi tempat, lokus aja di Blora itu juga menjadi salah satu heritage. Apalagi didukung sudah adanya revitalisasi. Rumahnya masih tetep lah. Oleh karena itu peran kita semua, kami berharap ini akan bisa mengangkat Blora, utamanya rumah masa kecil Pram dan Perpustakaan PATABA (Pramoedya Ananta Toer Anak Semua Bangsa) ini, ke depan bisa bareng-bareng, Insyaallah bisa baik dan besar,” ungkapnya.
Begitu juga dengan kabar terkait dengan adanya temuan informasi bahwa cagar budaya rumah asli dari keluarga Pramoedya yang ada kabarnya akan dibawa ke Jakarta, wartawan langsung menemui Ivan Efendi selaku Staf Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan (Ditjenbud), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia.
Ivan Efendi selaku Staf Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman (ekoarif) |
Hari ini, Sabtu (8/12) lewat sambungan seluler, Solikin, Direktur CV. Karya Cemerlang menyampaikan bahwa paska kunjungan siang hari kemarin, kemudian dilanjutkan dengan pertemuan, Jum’at (7/12) sekitar pukul 18.48 WIB di PATABA. Pertemuan membahas beberapa permintaan dan kesepakatan untuk pelaksanaan pekerjaan.
“Iya, pertemuan kemarin malam menghasilkan 10 (sepuluh) poin kesepakatan, di antaranya adalah pemasangan konsul jendela samping sebanyak 6 (enam) buah, pemindahan posisi kWh Meter karena mentok jendela, pembuatan kanopi teras depan agar mengikuti existing, pembuatan jalusi di atas jendela depan agar posisinya pas dengan teras dan posisi kamar depan, pembuatan trap lantai teras setinggi setengahnya dari lantai teras, pembuatan glass box di belakang posisi kanan yang jumlahnya disesuaikan untuk pencahayaan, pembersihan saluran drainase samping pagar depan, pemindahan Tugu Mustika Blora ke posisi depan pagar dengan arah menghadap ke depan, pembuatan gambar ulang dokumen ukuran pintu jendela existing. Semua pihak bersepakat agar pekerjaan disesuaikan dan dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan,” terangnya.
Dalam foto yang dikirimkan, tampak lembar kesepakatan bermaterai Rp 6 ribu ditandatangani oleh Soesilo Toer dan Benee Santoso selaku pemilik serta Dwi Siswanto selaku Pelaksana Kegiatan, dengan disaksikan oleh Anung Karyadi dari Direktur Jenderal Kebudayaan RI, Ivan Efendi dari Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, dan Firdaus selaku Konsultan Pengawas. (ekoarif)
Video terkait: Heboh Sosmed ! Rumah Pramoedya Di Bawa Ke Jakarta?
0 Komentar