Pastikan Situs Lemahdhuwur Ditangani Dengan Baik, Tim Jelajah Blora Kembali Lakukan Survey

Tim Jelajah Blora survey Situs Candi Lemahdhuwur.

BloraUpdates – Untuk memastikan bahwa ada penanganan atas terbengkalainya situs cagar budaya setelah bulan Desember 2018 lalu ditemukan tak terurus dalam keadaan porak-poranda, Tim Jelajah Blora kembali melakukan survey di situs sejarah yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, tepatnya di Dukuh Lemahdhuwur, Desa Getas, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora.

“Iya, akhir tahun kemarin, atau tepatnya tanggal 31 Desember 2018 kita juga dari sana,” kata Eko Arifianto selaku Koordinator Tim Jelajah Blora, Rabu (9/1) siang.

Eko mengaku bahwa kedatangannya bersama rekan-rekan Jelajah Blora bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut respon Pemerintah Kabupaten Blora terkait dengan laporan yang diberikannya.

“Kami dan kawan-kawan ingin memastikan sejauh mana respon dan upaya Pemerintah Kabupaten Blora dalam melakukan pelindungan cagar budaya setelah mendapatkan laporan yang kami berikan terkait dengan ambruknya cungkup dan terbengkalainya batu-batu artefak di situs candi Lemahdhuwur yang diduga ada kaitannya dengan sejarah Empu Pakuwojo,” tuturnya.

Situs Candi Lemahdhuwur sendiri, menurut informasi dari pemilik lahan bernama Sumini, dulu ditemukan sekitar tahun 1980-an oleh warga bernama Tasmin yang sedang mencangkul. Baru sekitar tahun 2015 setelah sembuh dari penyakitnya, Tasmin lalu membuat cungkup untuk menaungi batuan artefak-artefaknya.

Totok Supriyanto selaku Divisi Penelitian dan Pengembangan Tim Jelajah Blora saat dikonfirmasi oleh wartawan mengatakan bahwa dengan adanya sebuah artefak yang begitu istimewa di situs Lemahdhuwur, hal tersebut mengindikasikan bahwa situs tersebut merupakan sebuah candi yang kemungkinan besar wujudnya tergolong besar dan megah.

“Iya, mas, ini merupakan satu-satunya di wilayah Blora. Artefak batu berbentuk Makara dengan ukiran motif Medallion,” tandasnya.

Dijelaskan bahwa Makara merupakan unsur bangunan candi, diletakkan di sisi depan pintu masuk, sebagai dewa yang dianggap mempunyai kewenangan menjaga sebuah kuil. Makara sendiri adalah makhluk dalam mitologi Hindu. Umumnya digambarkan dengan dua hewan gabungan, di bagian depan berwujud binatang seperti gajah atau buaya atau rusa, dan di bagian belakang digambarkan sebagai hewan air di bagian ekor seperti ikan atau naga.

Makara dengan motif Medallion.

“Benar, kita mendapati Makara pada Situs Lemahduwur masih terlihat jelas, dengan ukiran yang unik dan detail tinggi, walaupun pada sisi depan telah mengalami kerusakan. Wujud hewan Gajah juga masih terlihat jelas dengan bentuk belalai dengan ujung ukel, ukiran mata terbuka dan mulut yang menganga. Selain itu adanya ukiran berupa insang sebagai gambaran dari binatangi ikan pada samping kiri di bagian belakang telinga,” terangnya sambil menunjukkan bagian-bagian tersebut pada foto dokumentasi survey Jelajah Blora.

Menurutnya, sebuah makara yang lengkap mempunyai hiasan ukiran pendamping yang berada di samping. Hiasan ini dapat berupa ukiran manusia dan bunga. Salah satu yang istimewa pada Situs Lemahdhuwur adalah adanya sebuah ukiran bentuk Medallion yang berdampingan dengan Makara pada batu yang sama. Medallion ini berupa lingkaran dengan bentuk tumbuh-tumbuhan atau sebuah bunga. Selain di Getas, kemiripan motif Medallion yang ada hanya ditemukan di Candi Kalasan.

“Berdasar ciri-ciri dari Makara pada Situs Lemahdhuwur, Desa Getas, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora, kami menyimpulkan bahwa Makara ini lazim digunakan pada masa Mataram Kuno atau Kerajaan Medang,” pungkasnya.

Mataram Kuno adalah suatu kerajaan yang berdiri dan berpusat pemerintahan berada di wilayah Jawa Tengah pada Abad ke-8, dan mengalami perpindahan ke daerah Jawa Timur pada abad ke-10. (*)

Posting Komentar

0 Komentar