10 Desa Terburuk Realisasi BLT DD Tidak Berbenah, Mantan DPRD Blora Ancam Adukan Ke Kementrian

10 Desa terburuk realisasi BLT DD tahap 1 (Jan sd Mei 2021) Kab. Blora

Blora Updates
- Pagebluk (sakit) sempat terjadi di Blora selama bulan Juni kemarin yang diduga akibat perubahan cuaca. Hampir tiap orang mengalami sakit. Dalam satu rumah ada yang sakit bergantian, dan bahkan ada yang berbarengan. Akibat peristiwa ini banyak warga yang tidak bisa bekerja.

Berlanjut dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat sejak 3 Juli hingga sekarang, membuat masyarakat kian terjepit. Mereka mengeluh karena sulit beraktifitas, bekerja dan sepinya transaksi jual beli, padahal banyak hal yang harus ditanggung, mulai biaya hidup sehari hari, biaya berobat, pembayaran angsuran, hingga biaya seragam untuk masuk sekolah tahun ajaran baru.

Menyikapi kondisi tersebut, Seno Margo Utomo mantan DPRD Blora membedah data dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) terkait realisasi Dana Desa (DD) dan menunjukan data 10 Desa terburuk realisasi BLT DD tahap 1 (Jan sd Mei 2021). Mantan DPRD dari partai PKS tersebut menyatakan bahwa langkah Pemerintah Desa (Pemdes) sangat lamban dalam merespon kesulitan warga (29/7).

10 desa terburuk realisasi BLT DD tahap 1 (Jan sd Mei 2021) tersebut adalah desa Botoreco (kuota 123/ realisasi 25), Rowobungkul (kuota 84/ realisasi 9), Getas (kuota 137/ realisasi 65), Adirejo (kuota 99/ realisasi 30), Brabowan (kuota 93/ realisasi 26), Kadengan (kuota 98/ realisasi 31), Gabusan (kuota 112/ realisasi 45), Sukorejo (kuota 81/ realisasi 14), Tempellemahbang (kuota 73/ realisasi 7), dan Randulawang (kuota 98/ Realisasi 33)

Seno Margo Utomo mantan DPRD Blora Fraksi PKS

"Ada 83 Desa kategori zona merah, Bansos ke warga baru terealisasi hanya 5 sd 10% dari kuota DD. Sedangkan 78 Desa (28%) kategori zona kuning, baru merealisasikan 10 sd 15% dari kuota DD yang disediakan. ini kan Keterlaluan ! Warga mengeluh tekanan ekonomi, tapi Pejabat pada pasif. Kondisi PPKM darurat ini harusnya mengambil langkah cepat dan tanggap dalam penyaluran bantuan sosial (bansos)", terang Seno.


"Warga miskin faktanya bertambah, tapi malah Pemdes terkesan eman eman (enggan) dalam realisasi bansos DD. Jika tidak ada perbaikan, Saya akan melaporkan hal tersebut ke Kementrian", sambung Seno.

 Tanggapan Kepala Desa

Menyikapi ramainya respon masyarakat di media sosial terkait rilis data 10 Desa terburuk realisasi BLT DD tahap 1, Sujono selaku kepala desa Brotoreco kecamatan Kunduran memberikan tanggapan.

Dihubungi via Seluler, Sujono sempat kaget ketika Brotoreco masuk daftar tersebut. Ia mengklaim bahwa realisasi BLT DD yang dilakukan lebih baik daripada desa lain dan sudah menjalankan hasil musyawarah desa (musdes) dan instruksi PMD Kecamatan dengan baik (29/7).

“Penentuan penerima BLT DD itu lewat musdes yang dibuka ketua BPD dan dihadiri perwakilan tiap RT dan RW. Hasil musdes menyepakati hanya 25 kk yang berhak ditambahkan sebagai penerima (20% dari kuota BLT DD tersedia), Sedangkan hampir 500 KPM warga tidak mampu atau  sudah mendapatkan BPNT dan PKH”, terang kepala desa yang memiliki warga 2154 kk tersebut.

“Selisih antara Kuota dan realisasi BLT DD, disepakati dalam musdes untuk membangun desa agar seluruh masyarakat bisa ikut merasakan manfaatnya. Keputusan musdes inipun juga sudah sempat saya mintakan arahan dari PMD kecamatan”, sambung Sujono.

“Kalau dibilang terkena dampak Covid 19, semua juga berdampak baik yang kaya maupun tidak mampu. Kalau bantuan BLT DD dipaksakan, malah akan menimbulkan permasalahan baru”, Sujono menambahkan. ( Yoyok/Red)

 

Posting Komentar

0 Komentar